tak perlu kau cari uang hingga ke negeri seberang
cukup di sini, di kampung ini
jalani hidupmu jadi bini petani
cukupi anak-anakmu dengan banyak asi dan menjaga hingga mereka besar nanti
apa yang kau cari Wati?
uang? barang? perbaikan kehidupan? atau sekedar ikut-ikutan?
tak bisakah kau cari rejeki di negeri sendiri
negeri yang mereka sebut 'tanah surga', tempat para konglomerat menumpuk harta
tak apa jika kau harus berpanas disawah, dari pada jadi babu dirumah-rumah mewah
jangan pergi Wati, tetap disini
dengan apa kau disana cari uang?
dengan kemampuan menanak nasi? mengasuh bayi? atau dengan menjual diri?
ah ya...tubuh kampungmu pasti laku untuk dijual
dan dijadikan sumber pelampiasan bagi para majikan
untuk apa kau pergi Wati,
tak dengarkah kau berita ruyati? yang dihukum mati karna pembunuhan
ya, katanya itu aksi pembelaan, tapi mereka bilang itu perbuatan setan
tak pelak, tak ada kata ampunan
maukah kau seperti itu?
jadi pahlawan devisa bagi negeri, tapi kemudian 'sendirian' saat kau menghadapi kasus tuntutan
sudah kubilang Wati
kubur impianmu untuk pergi
tetaplah disini
apa?? ingin seperti sarmini?
jangan mimpi Wati! yang kau tau cuma bisa menanak nasi, kau bahkan tak kenal bahasa atau cara menulis nama
ah Wati, mungkin kau terlalu lugu, sudah lelah aku memberitahumu
...
Wati...apa kubilang
lihat dirimu yang sekarang
kau pulang membawa badan tinggal tulang, luka-luka lebam di mukamu jadi tontonan
mana uang yang kau janjikan?
mana perbaikan kehidupan yang kau bilang?
haha...
kau sekarang jadi beban Wati sayang
ah, mungkin berita tentangmu layak untuk dijual
atau dijadikan pembelajaran, bahwa jadi buruh imigran tak selalu seindah yang dibayangkan
hadapilah kenyataan Wati sayang
sekarang, kau cuma bisa tergolek lemah di atas ranjang
menunggu ajal menjemputmu datang, dan aku akan jadi yang pertama tertawa atas penderitaanmu sayang...
Argghh..!
Wati terbangun dari tidurnya, napasnya terengah-engah dengan keringat bergulir di wajahnya. Mimpi itu lagi,bisiknya takut. Mimpi yang sama dengan malam-malam kemarin. Wati meringis pelan, diliriknya sebuah tas besar di dekat pintu. Besok, ya...besok ia dan beberapa ibu kampung lain akan berangkat, mendaftar jadi tenaga kerja melalui calo di jakarta. Dada Wati berdebar ketika mengingat mimpi-mimpinya beberapa hari ini, seperti sebuah peringatan untuk mencegahnya pergi.
Hujan lebat disertai angin kencang mulai terdengar dari luar, dan seperti biasa rumahnya yang reot mulai berderit disana sini. Ia berangsut mendekati kedua putrinya yang tengah tertidur lelap di atas tikar tak jauh darinya.
tes..
tes..
setitik air jatuh disamping si bungsu, Wati mendongak, terlihat beberapa air hujan menetes dari atap yang berlubang. Ia menelan ludah, dan kemudian membelai lembut rambut ke dua putrinya,
"Emak janji. Emak pasti kembali bawa uang banyak buat kalian, buat kita. Emak juga akan bawa baju-baju bagus, dan kita bakal pindah ke rumah yang lebih besar" tutur Wati pelan, seraya menyelimuti mereka dengan satu-satunya kain dirumah itu. "Apapun yang terjadi, Emak akan lakukan apapun demi kalian, Nak" lanjut Wati kemudian.
Jam di dinding bergerak ke arah jam 2 pagi, ketika Wati mencoba membuang semua rasa takut dan ragunya, ia pun kembali mencoba untuk tertidur dengan asa yang menggunung dipikirannya.
note : Ternyata fiksi yang aku buat ini mirip dengan tulisannya bang Arief yang ini. Makanya nama tokohnya langsung aku ganti, dari Surti ke Wati. Maaf ya Bang, Suer...! Bukan nyontek. Bener" gak tauuu.... !!
(╥_╥) (╥_╥) (╥_╥)
------------------------------------------------------------------------------------------------
Enjoy this life !
With ♥,