21 Februari 2012

#44. La Rose Cafe

Bismillah

"Bu, bolehkah aku menjual diri?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dan menguap dalam ruang sempit di rumah ini. Rintik hujan mulai terdengar dari luar, dan sebentar saja rumah kayu tua yang kami tempati mulai berderit disana sini digoyang angin. Ibu memandangku hampa.
"Apa? kamu bilang apa Na?" tanya Ibu pelan, keningnya mengerut sempurna. Aku menggigiti bibir bawahku. Aku tau Ibu jelas tidak mendengar ucapanku barusan. Pikirannya terkuras pada Saka, adikku yang sakit panas.
"eng...apa boleh, aku.." kalimatku menggantung. Aku memandang lantai tanah dibawahku. Dingin dan keras. Tanpa sadar pikiranku melayang ke sebuah cafe di depan dekat jalan besar yang setiap malamnya ramai didatangi pengunjung yang rata-rata bos besar, entah berapa kali aku lewat dan mendapati mereka keluar dengan muka memerah karna mabuk dengan baju penuh bekas lipstik. Menjijikkan.

Dan siang tadi Ce Meli, tetanggaku yang bekerja disana menawariku pekerjaan di cafe itu, pekerjaan yang mudah katanya,
 "Kamu cuma perlu menemani pengunjung minum" ucap Ce Meli setengah berbisik. Aku mendelik dan pipiku kontan memanas, ingin rasanya aku membekap mulut Ce Meli saat itu juga. Ce Meli tersenyum genit, "gimana?" tawarnya lagi, "gajinya besar loh. Cukup untuk hidupmu, ibu kamu juga adik kamu yang penyakitan itu. Emang siiih, kamu gak terlalu cantik, tapi sayang banget kalo body kamu itu enggak dimanfaatin buat nyari duit." Aku menunduk, kata-kata makian mulai berdesakan hendak keluar.
 "Kamu mau kan??"
 "maaf Ce saya tidak tertarik"
 "Alahh..pikirin dululah, kamu itu mending kerja begini daripada ngajar ngaji di surau, gajinya paling cukup beli beras secanting kan?" Aku tersenyum getir.
 "Ce..tolong hargai jilbab saya, jangan ngomong sembarangan" emosiku mulai meninggi. Ce Meli terkekeh, "kamu pikirin dulu Na, kalo kamu mau datang langsung ke Cafe ya" ucapnya seraya beranjak pergi.

"Na..." panggil Ibu pelan, "kamu tadi ngomong apa?" suara Ibu membuyarkan lamunanku. Aku langsung menggeleng pelan.
 "Saka Lapar...Bu" Saka menarik lengan Ibu pelan, "Saka mau makan lauk Pindang" ucapnya lemah.
 "Kalau Saka sudah sembuh, Ibu bikinin ya." Saka menggeleng pelan.
 "Saka pengen makan lauk Pindang Bu.."rengeknya lagi. Aku menatap sedih Saka, adikku satu-satunya yang umurnya belum genap 5 tahun. Dari kemarin panasnya belum turun-turun, sudah beberapa kali Ibu bolak balik mengompres kepalanya. Tidak ada uang, berarti tak nasi berlauk Pindang ataupun obat yang bisa diberikan.
 "Bu, aku mau ngadep Bapak, minta duit buat Saka" ucapku pelan yang disambut tatapan tajam Ibu.
 "Sekali ini saja Bu, Saka mesti makan dan dikasih obat. Kalau begini terus... sakit Saka bisa tambah parah" Aku menyentuh pundak Ibu,"Bu..."
Aku meringis pelan. Aku tau Ibu tak mungkin mengizinkanku menemui Bapak yang telah mencampakkan kami.
"Bu..sekali ini saja, demi Saka"

Hujan turun gerimis malam ini, menemaniku menembus malam. Tadi Ibu cuma bilang hati-hati, ya hanya itu. Kurapatkan jilbabku dan mulai melangkah pelan ke sebuah tempat di jalan besar. Kerlap kerlip lampu menghias tempat itu, dari jauh terdengar hiruk pikuk keramaian didalamnya. Tak lama Aku sudah berdiri di gerbang pos penjaga, beberapa penjaga berbadan besar menatapku aneh.

La Rose Cafe, pamflet nama cafe itu terpampang jelas. Dan di pintu masuk Ce Meli berdiri dan tersenyum penuh arti padaku. Aku menelan ludah, tanganku seketika dingin gemetaran. "Demi saka" batinku.

*ngadep : menghadap/menemui

Enjoy this life!

17 komentar:

  1. aduh, jadi si aku itu pergi ke kafe yang diusulkan Ce Meli ya?
    jadi sedih deh, demi adiknya dia membungkam sauara-suara malaikat di sampingnya...

    oya, diksix bagus mbak ^_^
    bakal ada kelanjutannya nggak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasiih,
      belom tau nih mo dlanjutin apa enggak,
      =)

      Hapus
  2. aku bingung bacanya mbak, itu mau ketemu bapaknya atau mau kerja ya? udah ngantuk berat nih mata

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha...cerita nya tersirat itu mbak
      =)

      Hapus
  3. ditunggu kelanjutannya yah. Jangan lali

    BalasHapus
  4. yahhh jangannn demi saka kasihan nt saka dapet duit haram hehehe
    Nice Story rez ^^

    BalasHapus
  5. Hmph ini ada lanjutannya kah?? sebuah cerita tentang pilihan yang sulit, harus istiqomah biar ngga terperosok..

    Saran Paragrafnya di justify mba biar lebih enak di bacanya.. =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah tuh, rapi ya skrg? =P

      Hapus
    2. coba di setiap percakapan di enter sekali.. hihi.. *bawel..

      Hapus
  6. waduwh, kasian si saka ntar minum obat dr duit haram. bagus ceritanya :)

    BalasHapus

Silahkan berkomentar apapun. No Spam please! ^^